Or perhaps I have to move on doing another thing, except saving all those researches about my (unfinished) novel :'(
Or, maybe I have to start talking about the first
time I had an itch about writing this novel.
Growing up with Japanese dorama showing regularly
on national TV, it sure gave us, 90s kids,
such profound effects. Especially the way we redefine what a handsome man is, what
a beautiful woman is, and also what a good story is.
At the time, Korean dramas didn’t have many slots
in our national TV.
I always have a penchant of self-center
male character. And the story would be like this: being snob at first,
then met a strong-willed woman, then his life was turning around, then he
proposed his love, odds happened, they could work it out, and at the end, they
both lived happily ever after. A generic
kind of escapist romance novel :p
So, it was when I was at High School I finally
then braced myself to start writing, and, hell, it's just stuck. I was having,
they call it, a writer's block, or, maybe I was just suck in character
development, or I was dreaming to have quite a talent to write a novel.
Funny enough, because I’ve collected all
materials needed to build the story, for example, the setting will be located in
Obihiro, a city located in Tokachi, Hokkaido island. And how in the Earth I chose Obihiro as the city? Well, I certainly picked it from a short story in Tabliod Nova long time ago.
Here’s the tweets about the characters of my
novels (I was just too lazy to write it down).
Suddenly I remember 3 characters of Japanese ladies I invented when I was in High School.. :)
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 14, 2013
1). Oddly enough, because right now I so loathe Japanese -- all slanted eyes kind of drama.. :-/
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 14, 2013
2). I used to have fond memories watching Rindu-Rindu Aizawa, Beach Boys, Itazura Na Kiss..
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 14, 2013
3). Partly because by the time they were aired on TV I was hit by puberty, raging hormones, etc.. Just a small town-naive teenager.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 14, 2013
4). So, I'm gonna talk about the first 3 ladies I've come bragging about. Her name is Sachi, Hosaka is her surname.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 14, 2013
5). She has this, you-call-it a fair complexion, as average be found in every leading characters of novel.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
6). Sachi has this endearing quiet manner, guileless hazel eyes. And she is an aspiring painter artist :-)
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
7). The 2nd of 3 ladies, her name is Chizumi Hosaka. I always think that the raven-haired is somewhat related to a strong-willed woman,
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
8). So, here she is! A stubborn-yet-compassionate woman :-)
a type of girl you find hiding behind a thick curtain of stern remark.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
9). Some accident in her early years left her with a limp. But she manages to be a botanist & helps preserve the town local plants.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
10). Well, the last of 3 ladies, her name is Sakura Edwards. Obviously, her father is not Japanese, but her mother.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
11). Among the 3 ladies, she has this vivacious energy. An Ivy League graduate, she becomes disillusioned with all aspect of her life.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
12). She eventually relocates back to Tokyo and starts making her own career, becomes a gallery owner.
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
13). Well, that's enough for now. What about the men? Apparently, in some generic novels you read, these 3 ladies must have been paired.. :D
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
14). Come to think of it, maybe next time I'd love to introduce them all.. The fair princes with their own insecurities & judgement.. :)
— Nur Rizky Alfiany (@kyky_cullen) March 15, 2013
At some point, I wanted to get rid of its sexual
abstinence, especially relation between Sakura Edwards & Raymond Jones (I ‘m too
much reading Sandra Brown’s novels) I want Sakura to get drunk, taken care by him
then they will end up sleeping together (It just doesn’t seem right, does it?
Ugh, I need to stop reading SB’s novel right away!)
So, when do I start making this? I don’t know. I just don't know.
Little excerpt from my (unfinished) novel:
Little excerpt from my (unfinished) novel:
Suasana sekitar lounge
cukup sepi. Hanya beberapa orang saja yang terlihat lalu
lalang. Sementara yang lainnya hanya
terdiam duduk menekuri minuman mereka.
Seorang penyanyi separuh baya tampak terlihat menyanyi dan menghibur
dengan gaya staccato
yang membosankan, seolah-olah hanya dia sendiri yang menikmati lagu itu.
Toru memandangi raut
muka perempuan yang sedang duduk di depannya.
Dia tersenyum sedikit masam.
‘Jadi, apa pertemuan
ini akan jadi yang terakhir kalinya ?’
‘Tidak kalau kamu mau mati sekarang..’
Sakura menatapnya sekilas
lalu beralih memandang ke arah penyanyi itu.
Dihisapnya rokoknya dalam-dalam seraya menyeruput Margaritanya sedikit
demi sedikit.
‘Kau tahu, Margarita di
sini enak sekali. Aku akan sangat
merindukannya.’ Dia tersenyum sekenanya lalu menghisap rokoknya dalam-dalam
lagi.
‘Jadilah seorang pegawai Jones
Enterprise
yang baik Toru, setidak-tidaknya itu akan membuatku senang.’ Sakura menertawai
dirinya sendiri.
Toru meneguk birnya dengan
takzim. Pandangannya menerawang menembus
langit-langit lounge yang berwarna biru.
Kontras dengan pencahayaan lampu yang kuning temaram. Toru beralih memperhatikan muka sahabatnya
itu. Sakura terlihat pucat terkena cahaya lampu. Seharusnya dia bisa lebih cantik dengan
rambut ikal kecoklatannya yang menjuntai panjang dengan mata bening
coklat kenarinya itu. Sakura betul-betul
bukan tipikal gadis Jepang.
‘Setidak-tidaknya tidak
akan ada lagi yang merasa repot untuk mengantarku pulang kalau aku mabuk,’ Dia
tertawa lagi. ‘dan kau bisa leluasa bersama CEO baru itu,’ Sakura menyalakan
sebatang rokok lagi.
‘Bersikaplah lebih baik
kalau kau sudah berada di sana,’
‘Aku ?’ Aku selalu
bersikap lebih baik.’ Dalih Sakura memotong dengan tidak sabar. ‘Kau sudah
seperti Tuan Besar Raymond saja, huh!’
Toru tertawa. ‘Jadi maumu apa ? Aku berusaha merebut posisinya demi kamu, begitu
?’
‘setidak-tidaknya itu
bisa membuktikan eksistensi dirimu sebagai seorang pegawai bermuka dua di
perusahaan ini. Dan aku,..ah sudahlah,
lupakan saja..aku sudah tahu apa yang ada dalam pikiranmu !’ Sakura
menandaskan Margaritanya dengan satu tegukan besar. Dia memanggil pelayan untuk menambahkan
kembali minumannya.
‘Sudahlah Sakura, dalam
kamus Ayahmu, Ray adalah seorang pahlawan dan kau adalah pengecut yang...’ Toru
tidak melanjutkan kata-katanya lagi. Apa
yang bisa dia ungkapkan selain rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap
Sakura.
Sakura tidak menyahut.
‘Dan kau tahu, Ray adalah
sahabatku yang terbaik dan aku akan selalu menyayangimu. Jagalah baik-baik dirimu kalau kau sudah
berada di Tokyo
nanti.’
‘I always am..’ tukas
Sakura. ‘dan kelak
suatu saat nanti kau harus memilih antara aku atau dia.’
‘aku akan tetap
memilih dia, Sakura,’ Toru tersenyum sabar,
’karena kau telah
resmi keluar dari perusahaan ini dan Ray adalah CEO baruku. Sudah jelas kan ?’
Sakura hanya tersenyum
sekenanya. ‘berdoa saja semoga perusahaan itu tidak akan hancur berantakan di
tangannya,’
‘masih ada aku yang akan
membantunya, ingat itu!’
Sakura mengeluh lalu
menyeruput Margaritanya lagi.
‘lalu.., kapan kau akan ke
Jepang?’
‘kalau aku sudah merasa
siap untuk ke sana,’
‘kau sudah dapat
dokternya,’
‘belum. Tapi tidak berapa lama lagi aku pasti akan
menemukannya.’
‘ah, Toru, aku akan
merasa rindu denganmu..dengan saat-saat ini..’
Hosaka’s family is quite a conservative so their
house and surrounding maybe like this. |
‘carilah teman yang
akan mengurusmu kalau seandainya kau tidak sanggup pulang
karena..setidak-tidaknya dia bisa lebih sabar daripada aku.
‘kalau begitu kenapa
kau tidak jadi saudaraku saja,’
‘aku sudah menjadi
saudaramu semenjak dulu.’
Sakura tersenyum
sambil menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu.
‘pulanglah kalau kau
merasa ingin pulang. Tak baik
terus-menerus bersembunyi seperti itu. Bagaimana
kalau suatu saat nanti dia berkenalan dengan seorang laki-laki dan menikah?
Setidak-tidaknya dia harus tahu kalau selama ini –bertahun-tahun ini- kamu
memperhatikannya!’
Toru menghela napas
dalam-dalam, pandangannya kembali menerawang, jauh menembus langit-langit
lounge.
‘Mungkin memang harus begitu,’
‘Lalu?’ Sakura menatapnya.
‘Aku dengar sekarang dia
sibuk membantu dewan kota. Bukankah itu bagus?’ Toru tersenyum, berusaha
mengalihkan pembicaraan.
‘Toru, aku tak mengerti...’
‘Sudahlah, ‘kuantar kau
pulang sekarang.’ Toru Besok Ray akan
memimpin rapat perdananya dan aku ingin itu sempurna. Ayo,’
Sakura tidak bertanya
lagi. Toru betul-betul membingungkan.